Pagi ini aku melihat bentangan langit biru yang bersih, aku melihat banyak turis asing yang sedang berjemur di bawah cahaya matahari pagi. Aku berfikir kenapa turis-turis ini mengunjungi kampung ku, apa pekerjaan mereka di negaranya, aku duduk di atas pasir putih sambil menatap laut biru. Di tepi pantai banyak anak-anak berambut pirang berkulit putih sedang bermain istana pasir dengan tertawa gembira. Lanjut di samping aku melihat anak-anak kampungku sedang mengutip botol kaleng di tepi pantai. Itu juga yang aku lakukan ketika masih kecil, aku membantu ibu mencari botol bekas untuk di jual. Aku sering membaca buku di perpustakaan desa, salah satu buku yang ku baca mengatakan bahwa jika ingin kaya kamu harus kerja keras, karena usaha tidak menghianati hasil.
Namun, aku tidak percaya dengan kata-kata itu, karena kami disini sudah sangat bekerja keras, dan tidak pernah malas. Namun kemiskinan makin parah setiap tahunnya. Aku belum pernah melihat daerah lain selain kampungku dan kampung sebelah, bahkan aku hanya pernah melihat pulau Jawa melalui tv di rumah kepala desa, aku tak percaya bahwa itu benar-benar Indonesia. Sungguh indahnya, jalanan penuh dengan aspal hitam yang mulus, di kampungku hanya ada beberapa jalan saja yang baru diaspal dan menjadi lokasi bermain anak-anak desa.
Rumah kami dikelilingi oleh pohon-pohon yang terlebih terlihat seperti hutan bagi kami. Rumah panggung sederhana yang cukup untuk melindungi kami dari panas dan hujan. Dulunya jika menjelang malam hari kami hanya menggunakan lilin yang cukup menerangi waktu makan dan belajar anak-anak desa. Namun kini kita mendapatkan bantuan peminjaman dana untuk memasang panel surya di beberapa tempat. Cukup untuk menerangi gelapnya malam diantara pohon-pohon besar yang cukup seram. Untunglah kami dikenalkan dengan teknologi REEF yang membantu keluarga-keluarga didesa kami.
Masyarakat di desaku banyak yang berprofesi sebagai nelayan ataupun buruh. Kami hidup dari bekal kerja keras dengan memanfaatkan sumber daya alam Indonesia yang kaya raya. Selain sulitnya pekerjaan selain menjadi buruh, pendidikan di desaku ini juga masih sulit dijangkau. Banyak yang harus putus sekolah karena tidak mampu, dan pendidikan yang masih sangat minim sistemnya.
Beruntungnya aku bisa lulus sekolah menengah atas. Aku cukup rajin belajar di sekolah, beberapa kali aku mendapatkan rangking pertama di sekolah. Semangatku ingin menjadi orang sukses yang dapat membantu perekonomian di desa ku ini. Mimpiku cukup tinggi, namun akan aku gapai sedikit demi sedikit meskipun berasal dari keluarga miskin.
Banyak anak-anak di kampungku tidak melanjutkan sekolah karena harus membantu orang tua mereka bekerja, meskipun keadaan ekonomi yang sulit di desaku, namun warga desa kami sangat menikmati kehidupan mereka, anak-anak yang bermain di sore hari bersama teman-temannya, dan ibu-bu desa yang berkumpul kadang sambil membuat kerajinan traditional. Oleh karena itu karena warga yang kompak satu sama lain, desaku ini menjadi aman dari tindakan kriminal. Meskipun begitu para pekerja di desa tidak mendapatkan upah yang sesuai dengan kebutuhan pokok yang semakin mahal, harus hidup dengan serba kehematan dan seadanya akibat upah yang minimal. Belum lagi akses pendidikan yang terbatas, rumah sakit terbatas, infrastruktur terbatas, semua dengan keterbatasan. Bayangkan saja gaji guru honorer di kampungku cuma 500 ribu, dan di bayar 3 bulan 1 kali, apakah itu wajar? Sangat tidak wajar. Bagaimana guru-guru bisa bertahan hidup dengan keadaan seperti itu. Tapi disini sudah sangat wajar seperti itu banyak warga kampung kami yang menjadi TKI di negara orang karena tidak sanggup melihat keadaan yang sangat miskin, bukan kami tidak mau bekerja tetapi memang pekerjaan yang tidak ada.
Belum lagi jika musim kemarau, air bersih sangat sulit ditemukan, anak-anak sebelum pergi sekolah mereka harus mendaki bukit dulu untuk mengambil air untuk dikonsumsi sehari-hari. Sedih rasanya di tempat banyak turis datang dengan gembira dibalik itu banyak masyarakat sekitar yang menderita akibat kemiskinan. Aku 3 bersaudara, 2 orang saudara ku sedang pergi merantau ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Temanku yang menjadi TKI di Jepang juga mengajak aku untuk ikut bersamanya mencari rezeki yang lebih layak, karena aku harus membantu ibu yang sedang sakit. Bapaku masih bekerja menjadi petani ubi, hanya ubi yang bisa ditanam dan tidak mengeluarkan uang yang banyak. setelah ubi di panen ubi itu akan di oleh menjadi tepung lalu akan di jual. Mata pencaharian masyarakat disini rata-rata menjadi buruh nelayan dan menjadi petani ubi.
Namun nasib baik akan selalu datang diwaktu yang tepat, doa-doaku selama ini akhirnya dipanjatkan oleh Tuhan, Sardo teman baikku sejak dulu menjadi jawaban atas doa-doaku…
Episode 2…