Posted on

Day 08: No Tips

No Tips

Memberikan tips memang bukan hal baru. Ini hanyalah berdasarkan keikhlasan masing-masing. PureHeart mengkampanyekan untuk tidak memberikan tips setelah makan karena 2 alasan utama.

Pemilik Restoran dan kafe wajib memberikan gaji yang layak kepada karyawannya sehingga mereka dapat bekerja dengan semangat dan sesuai standar yang dibakukan. Hal ini menjaga kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan bukan karena ada iming-iming tertentu.

Sebaiknya, keinginan untuk memberikan tips disalurkan kepada masyarakat yang tidak mampu. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini, kita dapat melakukan perhitungan “tips” secara otomatis sesuai dengan konsumsi pangan kita, dan dapat langsung disalurkan kepada lembaga-lembaga yang fokus pada pelayanan kepada masyarakat yang tidak mampu. Inilah yang disebut sebagai “Sustainable Giving”, donasi yang berkelanjutan.

Kita dapat menjaga standar mutu pelayanan sekaligus dapat berdonasi kepada sanak-saudara yang lebih membutuhkan. Itulah. yang disebut “Generasi PureHeart”.

No Tips

Giving tips is common. This is only based on each sincerity. PureHeart campaigns not to give tips after eating for two main reasons.

Restaurant and cafe owners are required to provide decent salaries to their employees so that they can work with enthusiasm and according to standardized standards. This maintains the quality of the products and services produced in accordance with what has been promised not because there is a certain lure. This is the definition of “Sustainable Giving”.

It is better if you want to give tips to those who cannot afford it. With today’s technological developments, we can calculate “tips” automatically in accordance with our food consumption, and can be channeled directly to institutions that focus on service to the poor.

We can maintain service quality standards while also being able to donate to relatives who are more in need. That is “PureHeart Generation””.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 07: Stack the Plates

Tumpuk Piring Kotor

Indonesia kaya sekali dengan beragam jenis makanan dan kemeriahan itu ditunjukkan dengan penyajian makanan dan minuman yang berlimpah. Setiap jamuan makan, banyak sekali piring-piring, sendok-garpu yang digunakan dan itu menunjukkan keragaman dari masakan Indonesia.

Tantangan kali ini adalah, menumpuk piring kotor sesuai ukurannya jika telah selesai digunakan, memisahkan sampah sisa makanan di satu tempat dan membuang sampah non-makanan ke tong sampah yang disediakan. Hal ini juga adalah sebagai wujud rasa terima kasih kepada pelayan restoran dan memudahkan mereka dalam mengambil piring-piring dan sendok-garpu setelah digunakan.

Mari kita mencoba dari hal-hal yang kecil dulu, sehingga menjadi identitas Bangsa Indonesia yang bermartabat.

Stack The Plates

Indonesia has very rich various types of food and that excitement is indicated by the presentation of fantastic food and drinks. Every meal, lots of dishes, spoons are used and it shows the diversity of Indonesian cuisine.

The challenge this time is to stack dirty dishes according to their size if they have been used, separating leftover food waste in one place and disposing of non-food waste into the garbage can provided. This is also a form of gratitude to the restaurant waiter and makes it easier for them to take the plates and spoons after using them.

Let’s try from small things first, so that it becomes a dignified identity of the Indonesian Nation.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 06: Tidy Up Your Seat

Rapikan Kursi Setelah Makan

Generasi Millenial adalah generasi yang serba praktis dan serba cepat dan tentunya mengharapkan pelayanan yang serba cepat pula. Namun dalam hal kerapian dan kebersihan, generasi millenial di Indonesia masih sangat tertinggal. Kita tidak sadar bahwa meja dan kursi yagn kita gunakan akan digunakan oleh orang lain nantinya. Sehingga harus selalu ada tim khusus untuk merapikan kursi dan meja setelah digunakan.

Tantangan kali ini cukup mudah, yaitu rapikan kursi setelah selesai digunakan. Bersihkan meja dari sampah-sampah non-organik sehingga memudahkan pelayan restoran dalam membersihakannya. Selain menghemat waktu namun juga sebagai rasa tanggung jawab dan terima kasih kepada mereka. Apresiasi tidak harus dengan materi, melainkan bisa dengan perbuatan.

Tidy Up Your Seat

Millennials are a generation that is all practical and fast-paced and certainly expects fast service. But in terms of neatness and cleanliness, the millennial generation in Indonesia is still lagging behind. We are not aware that the tables and chairs that we use will be used by others later. So there must always be a special team to tidy up the chairs and tables after use.

The challenge this time is quite easy, which is to trim the seats after they are used. Clean the table from non-organic rubbish so that it makes it easy for the waiter to clean it. Besides saving time but also as a sense of responsibility and thanks to them. Appreciation does not have to be with material, but can be done by actions.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 05: Three Bins

3 Tong Sampah

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Tujuannya adalah menjalankkan program 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan sampah menggantikan paradigma lama kumpul-angkut-buang sekaligus menjadi landasan hukum yang kuat bagi pelibatan dunia usaha untuk turut bertanggungjawab dalam pengelolaan sampah sesuai dengan perannya.

Tantangan kali ini adalah selalu menyediakan 3 jenis tong sampah di manapun terutama bagi pelaku dunia usaha dan rumah tangga. Tiga jenis tong sampah tersebut adalah sampah kertas, sampah plastik dan sampah organik. Jika semua restoran sudah menyediakan tiga jenis tong sampah seperti itu dan kita sebagai pelanggan restoran selalu membuang sampah kertas dan sampah plastik di tempat yang sudah disediakan, maka kita akan mejadi lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Konsep 3R yang dicanangkan pemerintah akan berjalan dengan sukses.

PureHeart saat ini sedang bekerjasama dengan beberapa restoran dan kafe-kafe di Indonesia dalam mengkampanyekan program ini. Didukung dengan teknologi blockchain dari LedgerNow, maka sampah-sampah yang dibuang akan didata dengan baik terdistribusi sesuai dengan yang diharapkan. Mari saling mendukung untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik.

3 Bins

The Government has issued Government Regulation Number 81 of 2012 concerning Management of Household Waste and Household Waste. The aim is to run the 3R program (reduce, reuse, recycle) in waste management replacing the old paradigm of gathering and waste as well as being a strong legal foundation for the involvement of the business world to take responsibility for waste management in accordance with its role.

The challenge this time is to always provide 3 types of trash cans everywhere, especially for business people and households. The three types of garbage cans are paper waste, plastic waste and organic waste. If all restaurants have provided three types of garbage cans like that and we as restaurant customers always throw paper waste and plastic waste in the places provided, then we will be more environmentally responsible. The 3R concept launched by the government will run successfully.

PureHeart is currently collaborating with several restaurants and cafes in Indonesia in campaigning for this program. Supported by blockchain technology from LedgerNow, the waste disposed of will be properly recorded and distributed as expected. Let’s support each other to create a better environment.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 04: Separate the Non-Food

Buanglah Sampah Non-Organik di Tong Sampah Khusus

Indonesia adalah negeri yang kaya raya, terutama keramahan dan kelengkapan aksesoris di restoran-restoran. Sebagian besar restoran di Indonesia menyediakan tisu dan tusuk gigi yang bisa kita gunakan seperlunya. Namun ada yang belum biasa kita lakukan, yaitu membuang sampah bekas pakai tersebut di tong sampah. Umumnya kita meninggalkan sampah tersebut di meja bercampur dengan sisa makanan lainnya.

Tantangan kali ini adalah, membuang sampah non-makanan langsung ke tong sampah, bukan meninggalkannya di meja. Selain lebih higienis, juga memudahkan pelayan restoran dalam mengambil sampah sisa makanan yang bisa dipergunakan untuk kegiatan lainnya.

PureHeart sedang mengembangkan solusi yang cerdas dalam mengelola sampah sisa makanan tersebut untuk menjadi pakan ternak ataupun pupuk kompos. Mari membangun bangsa yang bermartabat dan berkarakter dengan mengelola sampah dengan bijak.

Separate The Non-Food

Indonesia is a rich country, especially hospitality and accessories in restaurants. Most restaurants in Indonesia provide tissue and toothpicks that we can use as needed. But there is something we have not yet done, which is to dispose of used garbage in the trash can. Generally we leave the garbage at the table mixed with other leftovers.

The challenge this time is to throw non-food waste directly into the trash bin instead of leaving it at the table. In addition to being more hygienic, it also makes it easy for the waiter to take leftover food waste that can be used for other activities.

PureHeart is developing smart solutions in managing food waste to become animal feed or compost. Let’s build a nation that has dignity and character by managing waste wisely.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 03: Take Away if Excessively

Bungkus Sisa Makanan Jika Tidak Habis

Masyarakat di Jerman, tidak malu untuk memesan makanan seadanya dan tidak mau membuang-buang makanan. Misalnya, orang akan membungkus dan membawa pulang makanan yang tidak habis dimakan di restoran.

Namun orang Prancis tak terbiasa dengan hal ini. Prancis dikenal sebagai pusat kuliner dunia, namun berton-ton makanan dibuang setiap tahunnya. Walaupun demikian Orang-orang Prancis sudah diajarkan sejak kecil untuk menghabiskan makanan di piring.

Kebiasaan ini tampaknya juga dipengaruhi ukuran porsi hidangan di Prancis. Biasanya sajian di sana berporsi relatif kecil sampai sedang, berbeda dengan porsi makanan di Amerika Utara. Jadi, makanan bisa dihabiskan tanpa tersisa.

Tampaknya, mau tidak mau, nantinya orang-orang Prancis terpaksa membiasakan membungkus makanan yang tak habis. Pasalnya, mulai tahun 2016, restoran yang menyajikan lebih dari 180 hidangan per hari harus mengurangi sampahnya atau harus membayar denda. Aturan ini dibuat untuk memenuhi target mengurangi limbah hingga setengahnya pada 2025.

Ketika menjamu tamu di restoran, jangan biarkan ada makanan yang tersisa apalagi dalam jumlah besar. Jangan malu untuk meminta agar makanan tersebut dibungkus untuk dibawa pulang. Kebanyakan makanan di negara Indonesia adalah makanan yang bisa disimpan dalam waktu yang lama. Rendang, masakan khas Indonesia dapat bertahan bahkan hingga satu minggu dalam suhu ruangan dan hingga 3 bulan dalam lemari es beku.

Mari kurangi sampah makanan dengan menghabiskannya, meminta dalam porsi yang lebih kecil atau membungkusnya jika tidak habis. Masih banyak Warga Negara Indonesia yang berkekurangan bahkan tidak sempat lagi berpikir untuk makan apa esok hari. Makanlah secukupnya, dan bungkus jika tidak habis.

Take Away if Excessively

People in Germany are not ashamed to order simple food and do not want to waste food. For example, people will wrap and bring home food that has not been eaten in a restaurant.

But the French are not familiar with this. France is known as the world’s culinary center, but tons of food is thrown away every year. Nevertheless the French people have been taught since childhood to spend food on a plate.

This habit also seems to be influenced by the portion size of dishes in France. Usually the dish there has a relatively small to moderate portion, different from the portion of food in North America. So, food can be spent without remaining.

Apparently, inevitably, later the French people were forced to get used to wrapping up endless food. Because, starting in 2016, restaurants that serve more than 180 dishes per day must reduce their waste or have to pay a fine. This rule was made to meet the target of reducing waste by half by 2025.

When entertaining guests in a restaurant, don’t let there be food left over especially in large quantities. Don’t be shy to ask that the food be wrapped to take home. Most foods in Indonesia are foods that can be stored for a long time. Rendang, Indonesian specialties can last even up to one week at room temperature and up to 3 months in a frozen refrigerator.

Let’s reduce food waste by spending it, asking for smaller portions or wrapping it if it’s not used up. There are still many Indonesian citizens who are in need of not even having the time to think about what to eat tomorrow. Eat adequate, and take away not finished.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Sumber:
https://www.jawapos.com/internasional/dw/07/10/2018/warga-jerman-tak-malu-bungkus-sisa-makanan-di-restoran-saat-tak-habis/
https://food.detik.com/info-kuliner/d-3542443/rendang-bersisa-ini-tips-menyimpan-dan-menghangatkannya
https://food.detik.com/info-kuliner/d-2515618/membungkus-makanan-bersisa-bukan-tradisi-orang-prancis

Posted on

Day 02: Eat Sufficiently

Makanlah Secukupnya

Islam sendiri sebetulnya membolehkan kita makan apa saja, yang dibenarkan secara agama. Meski begitu, dalam soal makan ini Alquran menggarisbawahi: ‘jangan berlebih-lebihan’ dan semua makanan harus tayyiban bagi tubuh kita. Para ahli tafsir mengartikan tayyiban sebagai yang memberi manfaat bagi tubuh, bergizi.

“Makan secukupnya dan habiskan, dan ingat banyak orang tidak bisa makan” merupakan niat ke-dua dari Paus Fransiskus dalam menyambut Natal 2015 dan Tahun Baru 2016. Niat Paus ini dapat juga diartikan sebagai salah satu wujud nyata dari wajah Kerahiman Allah. Allah telah memberkati kita dengan memenuhi bumi ini dengan makanan yang enak, bergizi, dan nikmat. Kita harus menghormati ciptaan Allah dengan menikmati makanan-makanan ini dan memakannya dalam jumlah yang pantas. Dengan memakan makan secukupnya, kita memberi peluang kepada sesama untuk mendapatkan makanan.

Mereka yang kaya juga boleh makan ‘apa’ saja (bukan ‘siapa’ saja). Namun yang perlu diingat, sekaya apa pun kita, toh kemampuan perut tetap sama dengan mereka yang miskin. Lambung orang yang gemuk sekali pun cuma mampu menampung 18-3 piring nasi, atau 3-4 buah hamburger plus satu gelas minuman soda.

Jadi jangan sampai porsi makanan yang Anda konsumsi bisa mengalahkan jatahnya rongga udara maupun air. Hal ini akan menjadikan badan Anda terasa ringan dan nyaman. Jika makan kenyang kita ukur 100 persen, maka maksimal kita hanya makan sebanyak 80 persen saja.

Akan tetapi, janganlah berlebihan dan secukupnya saja. Makan dengan secukupnya tidak akan membuat Anda menjadi gemuk maupun kurus. Jika aktivitas Anda sedikit, maka makanlah secara sedikit. Jika aktivitas Anda banyak, maka makannya juga harus banyak.

Tantangan kedua hari ini adalah, makanlah hanya 80% dari kapasitas tubuh kita. Makan secukupnya adalah cara yang paling efektif dan terbilang cukup ampuh, untuk menjauhkan diri dari berbagai macam penyakit. Siapapun dan berapapun usia Anda, boleh-boleh saja menyantap makanan apa saja dan di mana pun tempatnya.

Eat Sufficiently

Islam itself actually allows us to eat anything, which is justified religiously. Even so, in the matter of eating, the Qur’an underlines: ‘do not overdo it’ and all food must be sacrificed for our bodies. Interpreters interpret Tayyiban as beneficial to the body, nutritious.

“Eating enough and spending, and remembering many people cannot eat” is the second intention of Pope Francis in welcoming Christmas 2015 and New Year 2016. This Pope’s intention can also be interpreted as one of the tangible manifestations of God’s Mercy face. God has blessed us by filling this earth with delicious, nutritious and delicious food. We must respect God’s creation by enjoying these foods and eating them in the proper amount. By eating enough food, we provide opportunities for others to get food.

The rich are also allowed to eat ‘anything’ only (not ‘who’). But to remember, no matter how rich we are, yet the ability of the stomach remains the same as those who are poor. Even a fat person’s stomach can only accommodate 18-3 rice dishes, or 3-4 hamburgers plus a glass of soda.

So do not let the portion of food you consume can defeat the ration of air and water cavities. This will make your body feel light and comfortable. If we eat full we measure 100 percent, so we only eat a maximum of 80 percent.

However, don’t be excessive and just enough. Eating enough can not make you fat or thin. If you do a little activity, then eat a little. If you have a lot of activity, then you have to eat too much.

Today’s second challenge is to eat only 80% of our body’s capacity. Adequate eating is the most effective and fairly effective way to keep away from various diseases. Anyone and whatever your age, it’s okay to eat any food and anywhere.

More information:
Smart Foodie, Food Karma:
https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving:
https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Sumber:
http://www.katolisitas.org/makan-secukupnya/
https://www.viva.co.id/blog/kesehatan/670590-yuk-ketahui-cara-makan-secukupnya
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/19/05/17/prnedl458-makanlah-secukupnya-jangan-berlebihan

Posted on

Day 01: Finish Your Meal

Selesaikan Makanan Anda

Paus Fransiskus: Membuang-buang makanan menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap orang lain

Paus mengatakan pada tanggal 18 Mei 2019, “Berperang melawan momok kelaparan yang mengerikan berarti juga memerangi sampah. Sampah adalah cermin ketidakpedulian terhadap hal-hal dan terhadap mereka tidak punya apa-apa. Pemborosan adalah bentuk pembuangan yang paling kasar”.

“Membuang makanan berarti membuang orang,” Paus menambahkan. “Hari ini sangat memalukan untuk tidak memperhatikan betapa berharganya makanan sebagai barang yang baik, dan betapa banyak hal baik yang berakhir begitu buruk.”

Paus Fransiskus mencatat bahwa di dunia yang kompleks dewasa ini, penting juga bahwa kebaikan yang dilakukan oleh organisasi amal “dilakukan dengan baik,” dan bukan “buah improvisasi.”

Jadi, tantangan pertama kami adalah habiskan makanan Anda, enak atau tidak, buatlah dengan cara Anda sendiri untuk menikmatinya. Jangan meninggalkan makanan yang masih bisa dimakan. Simpan makanan di wadah yang baik sehingga bisa dimakan nanti.

Finish Your Meal

Pope Francis: Wasting food shows a lack of concern for others

Pope said on May 18, 2019, “Fighting against the terrible scourge of hunger means also fighting waste. Waste reveals an indifference towards things and towards those who go without. Wastefulness is the crudest form of discarding”.

“To throw food away means to throw people away,” the pope added. “It is scandalous today not to notice how precious food is as a good, and how so much good ends up so badly.”

Francis noted that in today’s complex world, it is also important that the good done by charitable organizations is “done well,” and is not “the fruit of improvisation.”

So, our first challenge is to finished your meal, delicious or not, make it your own way to finished it. Do not leave the food that is still eatable. Preserve the food on the good container so it can be eaten later.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Manfaat dan Dampak dari Sampah Organik dan Non-Organik

Follow us on Instagram @PureHeartID

Sampah adalah sisa, barang bekas, atau barang buangan yang telah tak dipakai oleh pemiliknya lagi. Secara umum, sampah dibagi menjadi dua sampah organik dan anorganik/non-organik. Kedua jenis sampah tersebut memiliki manfaat serta dampak untuk lingkungan.

Sampah Organik

Sampah organik adalah limbah yang berasal dari sisa makhluk hidup atau alam, misalnya manusia, hewan, serta tumbuhan yang melalui proses pelapukan atau pembusukan. Jenis sampah ini tergolong ramah lingkungan sebab dapat diurai oleh bakteri pengurai secara alami dan berlangsung cepat. Contoh sampah organik secara umum dapat diketahui adalah semua sisa yang berasal dari makhluk hidup atau dapat diurai kembali oleh alam seperti, kotoran, daun, bangkai, kulit telur, kardus, kertas, makanan sisa seperti sayur, buah, nasi, dan lain sebagainya.

Manfaat sampah organik ialah antara lain dapat meningkatkan kesuburan pada tanah. Sebab sampah ini jika diproses dengan benar dapat dijadikan sebagai pupuk alami bagi tanah, biasa disebut pupuk kompos dan pupuk kandang. Jika tanah yang diberi pupuk dari sampah ini maka tanahnya akan menjadi lebih bernutrisi dibanding tanah yang biasa. Oleh karenanya menjadikan tanaman yang ditanam di tanah tersebut menjadi jauh lebih sehat. Selain itu, sampah organik juga bisa dijadikan barang dengan nilai ekonomis tinggi seperti mebel serta perabot rumah tangga.

Sampah Non-Organik

Sampah non-organik adalah segala sisa barang yang dibuang oleh manusia yang sulit diurai kembali oleh bakteri atau memerlukan waktu yang cukup lama untuk penguraiannya hingga ratusan tahun. Umumnya sampah non-organik berasal dari sampah industri. Contoh dari sampah non-organik seperti, plastik, kaca, besi, kain, kaleng, ban, pulpen, spidol, dan lain sebagainya.

Sampah jenis ini dapat diambil kembali manfaatnya setelah dilakukan daur ulang menjadi produk yang baru. Contohnya limbah plastik yang jika didaur ulang bisa dibuat menjadi mainan, kursi, meja, dan lain sebagainya. Limbah besi bisa dilebur terlebih dahulu lalu kemudian dijadikan bahan dasar dalam pembuatan produk baru seperti pagar rumah, paku, palu, dan lain sebagainya. Dalam proses pemanfaatan jenis sampah ini, diperlukan daya kreatif yang tinggi oleh si pembuatnya sehingga dapat dijadikan barang yang juga berkualitas ekonomi tinggi.

Sampah organik maupun yang non-organik selain bisa memberikan dampak positif tapi juga bisa memberikan dampak negatif untuk bumi bahkan kepada makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.

Dampak Untuk Kesehatan

Sampah yang tak dibuang pada tempatnya tentu akan mengganggu lingkungan serta kesehatan seseorang dan akhirnya menjadi pemicu timbulnya suatu penyakit seperti, disentri, kudisan, diare, jamur, dan lain sebagainya. Bahkan dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh manusia saja tapi juga pada tumbuhan dan hewan yang berada di sekitarnya.

Dampak Pada Udara

Sampah yang dibuang melalui jalur udara ialah seperti asap dari pabrik, kendaraan bermotor, atau bahkan rokok. Asap dari ketiganya tentu akan mencari udara di sekitarnya. Udara yang telah terkontaminasi tersebut jika dihirup oleh manusia dan makhluk hidup lainnya tentu akan berbahaya untuk tubuh mereka. Selain itu, asap juga menjadi salah satu penyebab semakin menipisnya lapisan ozon (lapisan pelindung bumi dari radiasi matahari).

Oleh sebab itu, ada baiknya kita sebagai manusia untuk membuang sampah pada tempatnya serta mengelolanya dengan cara yang baik dan benar. Memilih dan memilah sampah merupakan salah satu cara sederhana yang bisa kita lakukan dari sekarang. Memilih dan memilah sampah juga termasuk dari kegiatan sustainable giving loh.

Sumber: https://tekoneko.net/sampah-organik-dan-non-organik/

Posted on

Beginilah Mutu dari Pendidikan di Indonesia

Sumber: Google.com

Data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, mutu pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan kualitas guru sebagai komponen penting dalam pendidikan tergolong memprihatinkan, berada di urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia.

Ada banyak faktor yang menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia menjadi rendah. Salah satunya adalah dimana pendidikan Indonesia memiliki standarisasi yang sama terhadap semua anak-anak, terlepas dari kemampuan yang dimiliki anak tersebut. Standart itulah yang membuat anak-anak di Indonesia sulit untuk berkembang dan percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya.

“Setiap anak di dunia ini adalah jenius, tapi jika menilai ikan dari seberapa hebat ia memanjat pohon maka ikan tersebut akan selamanya terlihat bodoh.”

Albert Einstein

Maksud dari perkataan Einsten tersebut adalah setiap anak di dunia ini memiliki kecerdasan dan kemampuannya masing-masing, tapi jika kemampuan anak-anak tersebut hanya dilihat dari nilai akademisnya saja maka anak-anak yang tidak memiliki kemampuan akademis akan terlihat bodoh seumur hidupnya, dan membuat setiap anak tidak bisa yakin bahwa dia berbeda dengan orang lain.

Sumber: Google.com

Sangat miris sekali jika dibandingkan dengan mutu pendidikan di Eropa. Jika dilihat dari gambar diatas sangat berbeda sekali sistem pendidikan di Eropa dengan Indonesia. Pendidikan di Eropa membantu anak-anaknya untuk menemukan dan mengembangkan dari bakat setiap anak, sedangkan pendidikan di Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah atas hanya melakukan hal yang sama terus menurus. Sehingga membuat anak-anak di Indonesia tidak diberi kesempatan untuk menemukan dan menggali bakat mereka masing-masing.

Suduh cukup sulit untuk membenahi mutu pendidikan di Indonesia saat ini. Salah satu cara termudah untuk membenahi mutu pendidikan di Indonesia adalah membenahi kualitas guru. Guru merupakan sosok yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter seorang anak. Karena sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di sekolah. Maka guru harus bisa memberikan contoh baik dan menjadi idola untuk anak-anak.

Terkadang guru sering lupa, belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai “ahli” pada mata pelajaran tertentu. Siswa lebih membutuhkan ‘pengalaman” dalam belajar, bukan “pengetahuan”. Karena itu, kompetensi guru menjadi syarat utama tercapainya kualitas belajar yang baik. Guru yang kompeten akan meniadakan problematika belajar akibat kurikulum. Kompetensi guru harus berpijak pada kemampuan guru dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan gairah siswa dalam belajar.

Sumber :https://www.kompasiana.com/syarif1970/5ae933c4caf7db6e6f784102/memprihatinkan-potret-pendidikan-indonesia-zaman-now